Sekelompok orang yang hidup bersama para bhikkhu, memakan makanan yang tak dimakan oleh para bhikkhu. Mereka makan dengan rakus seperti orang yang benar-benar lapar, dan pergi tidur setelah mereka makan. Setelah bangun tidur, mereka bersiul, bernyanyi dan menari, mereka membuat suatu keributan.
Ketika Sang Buddha datang sore hari di tengah-tengah para bhikkhu, para bhikkhu melaporkan hal itu kepada beliau, perilaku orang-orang yang tidak dapat dikendalikan, dan berkata “Orang-orang ini hidup dengan sisa makanan, bersikap sopan, dan berperilaku baik ketika kita semua menghadapi penderitaan dan kelaparan di Veranja. Sekarang mereka cukup mendapat makanan yang baik, mereka bersiul, menyanyi, dan menari, serta membuat keributan di antara mereka sendiri. Berbeda dengan para bhikkhu. Para bhikkhu bagaimanapun keadaannya memiliki perilaku yang sama, baik di sini maupun di Veranja.”
Kepada mereka Sang Buddha menjawab “Itu merupakan sifat alamiah dari orang bodoh, penuh dengan duka cita dan merasa tertekan ketika mereka dalam kesulitan, tetapi penuh dengan suka cita dan merasa gembira ketika sesuatu berjalan lancar. Orang bijaksana bagaimanapun keadaannya dapat bertahan dalam gelombang kehidupan baik naik maupun turun.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 83 berikut ini:
Orang bajik membuang kemelekatan terhadap sesuatu,
orang suci tidak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nafsu keinginan.
Dalam menghadapi kebahagiaan atau kemalangan,
Orang bijaksana tidak menjadi gembira maupun kecewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar