Pada kesempatan-kesempatan tertentu, ia pergi ke rumah Anathapindika dan di sana ia kadang-kadang bertemu Sang Buddha dan mendengarkan khotbah-Nya. Nanda memohon Sang Buddha untuk berkunjung ke rumahnya. Tetapi Sang Buddha menolaknya dengan alasan bahwa saatnya belum tepat.
Setelah beberapa waktu, ketika mengadakan perjalanan dengan pengikutNya, Sang Buddha akhirnya pergi mengunjungi Nanda. Beliau mengetahui bahwa saatnya sudah masak bagi Nanda untuk mendapatkan ajaran sebagaimana mestinya.
Nanda dengan hormat menerima Sang Buddha dan para pengikutNya. Ia menjamu para tamu dengan susu, produk susu, dan pilihan menu makanan lainnya selama tujuh hari. Pada hari terakhir, setelah mendengarkan khotbah yang diberikan Sang Buddha, Nanda mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kemudian Sang Buddha mohon diri pada hari itu. Nanda membawakan mangkuk Sang Buddha, mengikuti Sang Buddha sampai dengan jarak tertentu, lalu menghormat Sang Buddha dan pulang kembali ke rumah.
Pada saat itu, seorang pemburu yang merupakan musuh lama Nanda, memanahnya. Bhikkhu-bhikkhu, yang mengikuti Sang Buddha, melihat Nanda mati terjatuh. Mereka melaporkan hal itu kepada Sang Buddha: “Bhante, karena kedatangan Bhante, Nanda yang telah memberikan banyak persembahan dan menyertai Bhante pulang telah dibunuh pada saat ia pulang kembali ke rumahnya.”
Kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, “Para bhikkhu, apakah saya datang kemari atau tidak, ia tidak dapat melarikan diri dari kematian, akibat dari kamma lampaunya. Seperti halnya pikiran yang diarahkan secara keliru akan menjadikan seseorang jauh lebih berat terluka daripada luka yang dibuat oleh musuh ataupun pencuri. Pikiran yang diarahkan secara benar, adalah satu-satunya jaminan bagi seseorang untuk menjauhkan diri dari bahaya.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 42 berikut:
Luka dan kesakitan macam apa pun,
dapat dibuat oleh orang yang saling bermusuhan atau saling membenci.
Namun pikiran yang diarahkan secara salah,
akan melukai seseorang jauh lebih berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar