Kisah Mahakappina Thera

Mahakappina adalah raja dari Kukkutavati. Ia mempunyai seorang permaisuri bernama Anoja. Ia juga memiliki seribu orang menteri yang membantu kelangsungan pemerintahan.

Suatu hari, Raja bersama seribu orang menteri pergi ke taman. Di sana mereka bertemu dengan beberapa pedagang dari Savatthi. Mendengar tentang Buddha, Dhamma, dan Sangha dari para pedagang, Raja dan menteri-menterinya segera pergi ke Savatthi.

Pada hari itu, ketika Sang Buddha mengamati dunia dengan kemampuan batin luar biasa-Nya, Beliau melihat bahwa Mahakappina dan para menterinya sedang dalam perjalanan menuju Savatthi. Beliau juga mengetahui bahwa mereka dapat mencapai tingkat kesucian arahat.

Sang Buddha pergi ke suatu tempat yang jauhnya 120 yojana dari Savatthi intuk menemui mereka. Di bawah pohon Banyan di tepi sungai Candabhaga, Sang Buddha menunggu mereka.

Raja Mahakappina dan para menterinya datang ke tempat dimana Sang Buddha menunggu. Ketika mereka melihat Sang Buddha dengan enam warna terpancar dari tubuhnya, mereka mendekati Sang Buddha dan menghormat beliau. Sang Buddha kemudian memberikan khotbah kepada mereka. Setelah mendengarkan khotbah itu, raja dan para menterinya mencapai tingkat kesucian sotapatti. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhu. Sang Buddha melihat masa lalu (kehidupan lalu) mereka, dan mengetahui bahwa mereka sudah pernah mempersembahkan jubah kuning pada kehidupan lampau. Beliau lalu berkata kepada mereka, “Ehi bhikkhu”, dan mereka semua menjadi bhikkhu.

Sementara itu, Permaisuri Anoja, mendengar tentang kepergian raja ke Savatthi, memanggil istri dari seribu orang menterinya dan bersama-sama mereka mengikuti jalan yang dilalui raja. Mereka juga sampai ke tempat dimana Sang Buddha sebelumnya menemui raja Kukkutavati. Mereka menemui Sang Buddha yang memancarkan enam warna dan kemudian menghormat Beliau. Pada saat itu Sang Buddha dengan kemampuan batin-Nya, membuat raja dan para menterinya tidak dapat dilihat, sehingga istri-istri mereka tidak dapat melihat mereka. Oleh karena itu, ratu bertanya dimana raja dan para menterinya berada. Sang Buddha berkata kepada ratu dan rombongannya untuk menunggu beberapa saat dan menyatakan tak lama lagi raja akan datang bersama para menterinya. Kemudian Sang Buddha memberikan khotbah lain kepada mereka. Pada saat khotbah berakhir, raja dan para menterinya mencapai tingkat kesucian arahat. Ratu dan para istri menteri mencapai tingkat kesucian sotapatti. Setelah itu ratu dan rombongannya melihat bhikkhu yang baru saja ditahbiskan dan mengenali mereka bahwa mereka sebelumnya adalah suaminya.

Wanita-wanita itu kemudian memohon izin kepada sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhuni; mereka langsung pergi ke Savatthi. Di sana mereka diterima menjadi bhikkhuni, dan tak lama kemudian mereka juga mencapai tingkat kesucian arahat. Kemudian Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana bersama seribu bhikkhu.

Di Vihara Jetavana, Mahakappina ketika beristirahat sepanjang malam atau pada siang hari sering berkata, “Oh, bahagia!” (Aho Sukham). Para bhikkhu yang mendengarkan beliau mengucapkan kata-kata itu beberapa kali dalam sehari, melaporkan hal tersebut kepada Sang Buddha. Kepada mereka sang Buddha menjawab “Anakku Kappina telah merasakan bahagianya kehidupan dalam Dhamma dengan pikiran yang tenang, ia mengucapkan kata-kata itu sebagai ungkapan kegembiraan yang meluap-luap berkenaan dengan nibbana.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 79 berikut ini:

Ia yang mengenal Dhamma akan hidup berbahagia
dengan pikiran yang tenang.
Orang bijaksana selalu bergembira dalam ajaran
yang dibabarkan oleh para Ariya.

Kisah Channa Thera

Channa adalah pelayan yang menyertai Pangeran Siddhattha ketika beliau pergi meninggalkan istana dengan menunggang seekor kuda, dan ingin meninggalkan keduniawian. Ketika Sang Pangeran telah mencapai tingkat Kebuddhaan, Channa tetap mengikutinya dengan menjadi seorang bhikkhu. Sebagai seorang bhikkhu, ia sangat sombong dan suka bersikap main kuasa, hal itu disebabkan hubungannya yang dekat dengan Sang Buddha.

Channa kerap berkata, “Saya yang menemani Tuanku ketika beliau meninggalkan istana dan menuju ke hutan. Pada waktu itu, saya satu-satunya teman beliau, dan tiada yang lainnya. Tetapi sekarang, Sariputta dan Mogallana mengatakan bahwa mereka berdua adalah pemimpin dari para bhikkhu dan mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan memerintah para bhikkhu!”

Ketika Sang Buddha mengundang dan memperingatkan perihal perilakunya itu, ia diam, tetapi kemudian terus-menerus mencela dua murid utama, Sariputta dan Mogallana.

Sampai tiga kali Sang Buddha memanggil dan memperingatkannya, tetapi ia tetap tidak berubah. Sekali lagi Sang Buddha memanggil Channa, dan berkata, “Channa inilah dua murid utama yang mulia dan teman yang baik untukmu, kamu harus bergaul dengan mereka dan jalinlah hubungan yang baik dengan mereka.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 78 berikut ini:

Jangan bergaul dengan orang jahat,
jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah,
tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik,
bergaullah dengan orang yang berbudi luhur.

Walau telah diperingatkan beberapa kali dan nasehat-nasehat juga telah diberikan oleh Sang Buddha, Channa tetap melakukan hal yang disukainya dan terus berkata-kata yang tidak baik terhadap bhikkhu-bhikkhu tersebut. Sebenarnya, Sang Buddha mengetahui hal ini dan Beliau berkata bahwa Channa tidak berubah selama Sang Buddha masih hidup. Tetapi setelah Sang Buddha mangkat (parinibbana), Channa pasti berubah. Pada malam sebelum mengkat (parinibbana), Sang Buddha memanggil Ananda Thera ke samping tempat berbaring beliau dan memerintahkan Ananda Thera agar menjatuhkan hukuman Brahma (Brahmadanda) kepada Channa. Sebagai contoh, para bhikkhu tidak boleh menghiraukannya dan tidak melakukan pekerjaan apapun bersama Channa.

Setelah Sang Buddha mangkat (parinibbana), Channa mendengar hukuman yang diberikan oleh Ananda Thera. Ia merasakan penyesalan yang mendalam atas kesalahan-kesalahannya sehingga ia tidak sadarkan diri sebanyak 3 kali. Kemudian ia mengakui kesalahannya kepada para bhikkhu dan meminta maaf. Pada saat itu, ia mengubah tingkah lakunya dan pandangannya. ia juga patuh pada petunjuk mereka untuk praktek meditasi. Beberapa waktu kemudian Channa mencapai tingkat kesucian arahat.

Kisah Bhikkhu Assaji dan Punabbasuka

Bhikkhu Assaji dan Punabbasuka bersama dengan lima ratus orang muridnya, tinggal di desa Kitagiri. Ketika bertempat tinggal di desa itu, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menanam bunga dan pohon buah-buahan untuk kepentingan mereka. Jadi mereka melanggar peraturan dasar bagi kehidupan para bhikkhu.

Setelah Sang Buddha mendengar hal itu, beliau mengirimkan dua orang siswa utama-Nya, Sariputta dan Maha Moggallana, untuk menghentikan perbuatan mereka yang tidak patut. Kepada kedua siswa utama-Nya Sang Buddha berkata, “Katakan kepada para bhikkhu itu, jangan merusak keyakinan dan kemurahan hati umat awam dengan perbuatan yang tidak patut. Jika mereka tidak patuh, paksalah mereka untuk keluar dari vihara, jangan ragu-ragu untuk melakukan seperti apa yang telah saya katakan kepadamu. Hanya orang bodoh tidak menyukai orang yang memberikan nasehat baik dan melarang berbuat jahat.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 77 berikut ini:

Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik,
orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat.